Selasa, 28 Mei 2013

Istana dan Dua Tetes Minyak : Sebuah Dongeng Tentang Kebahagiaan Sejati


Seorang saudagar mengirim puteranya untuk belajar tentang kebahagiaan sejati dari seorang bijak. Kediaman orang bijak itu ada tengah sebuah gurun. Setelah empat puluh hari empat puluh malam mengembara, Si anak muda itu menemukan kediaman Sang Bijak di sebuah istana megah. Memasuki istana itu si anak sangat terpesona dengan hiruk-pikuk di sana. Hilir-mudiknya para pedagang, orkestra yang terus memainkan musik di sudut istana, ada pula meja yang berisi makanan terlezat dari seluruh dunia.


Si anak berhasil menemukan Sang Bijak yang tengah sibuk berbincang dengan tamu-tamunya yang datang dari berbagai belahan dunia. Setelah dengan sabar menunggu selama lebih dua jam, akhirnya si anak berhasil berbicara pada sang bijak. Orang bijak mendengarkan dengan penuh perhatian maksud kedatangan si anak. Namun, ia mengatakan sedang tidak punya waktu untuk menerangkan pertanyaan-pertanyaan si anak tentang kebahagiaan sejati. Ia lalu menyarankan si anak untuk melihat-lihat isi istana dan kembali lagi dalam dua jam.

"Sambil kamu melihat-lihat, aku ingin kamu melakukan sesuatu untukku," kata Sang Bijak, menyodorkan sendok teh berisi dua tetes minyak. "Sambil kamu keliling, bawalah sendok ini tanpa menumpahkan minyaknya."

Anak tadi pun mulai naik turun tangga-tangga istana, dengan pandangan tetap ke arah sendok itu, kuatir minyaknya tumpah. Setelah dua jam, ia kembali ke ruangan tempat Sang Bijak berada. 

"Nah," kata sang bijak, "apakah kamu melihat tapestri Persia yang tergantung di ruang makanku? Apakah kamu melihat taman yang ditata ahli taman terbaikku selama sepuluh tahun itu? Apakah kamu memperhatikan kertas-kulit yang indah di perpustakaanku?"

Anak itu dengan malu mengaku tidak memperhatikan itu semua. Perhatiannya hanya terfokus kepada minyak di dalam sendoknya agar tidak tumpah, tidak ingin mengecewakan titah sang bijak.

"Kembalilah, dan perhatikan duniaku yang mengagumkan ini," kata si orang bijak, "Kamu tidak dapat mempercayai orang kalau kamu tidak tahu rumahnya."

Anak muda itu pun mengambil sendok tadi dan kembali mengelilingi istana. Kali ini dia memperhatikan semua karya seni di atap dan di dinding-dinding. Ia melihat-lihat taman dan bunga-bunganya serta semua keindahan dalam setiap detail istana itu. Kekagumannya muncul pada selera di balik pemilihan segenap hal yang ada di sana. Sekembalinya ia pada si orang bijak, ia tidak dapat berhenti mengungkapkan kekagumannya atas setiap hal yang ia lihat di istana itu pada si orang bijak.

"Tapi mana minyak yang kupercayakan padamu?" tanya sang bijak. Si anak memandang ke arah sendoknya, minyaknya telah hilang. 

"Baiklah," lanjut sang bijak, "Hanya ada satu hal yang akan aku katankan padamu, rahasia kebahagiaan sejati adalah melihat semua keindahan dunia, tanpa pernah melupakan tetesan minyak di dalam sendok."

**Diadaptasi dari cukilan buku The Alchemist oleh Paulo Coelho.

++++++

NB. Sekedar catatan sederhana. Sepertinya ini sebuah cerita yang sangat sederhana dan pesan moralnya tidak terlalu sulit diserap. Tapi entah mengapa, untuk menikmati dunia tanpa kehilangan kontrol pada hal-hal esensial adalah hal yang sering dilupakan orang. Kadang kita terlalu fokus pada keindahan dunia, sebagian lagi hanya memperhatikan 'tugas-tugas' kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar