Senin, 18 November 2013

Di Tepi Sungai Piedra Menanti Cinta Menemukanku

Review untuk novel By the River Piedra I Sat Down and Swept karya Paulo Coelho

"Cinta adalah perangkap. Ketika ia muncul, kita hanya melihat cahayanya, bukan sisi gelapnya." 


Judul: By the River Piedra I Sat Down and Swept; Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis. 

Penulis : Paulo Coelho 
Tebal : 224 Halaman 
Tahun terbit : November 2012
ISBN : 978-979-22-8521-5 
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
   
Sepasang anak laki-laki dan perempuan saling jatuh cinta. Mereka memutuskan bertunangan. Untuk itu masing-masing mempersiapkan kado pernikahan bagi satu sama lain. Si anak laki-laki sangat miskin. Ia hanya memiliki sebuah arloji tua warisan kakeknya. Sambil membayangkan rambut kekasihnya yang indah ia memutuskan menjual arloji itu untuk membeli jepit rambut perak untuk gadis yang dicintainya. Anak perempuan itu juga tidak memiliki uang untuk membeli hadiah bagi kekasihnya. Ia memutuskan pergi ke toko milik saudagar paling sukses di kota itu. Saudagar itu bersedia membeli rambut indah si gadis. Dengan uang hasil menjual rambutnya, anak perempuan itu membeli rantai jam emas untuk kekasihnya. Ketika bertemu di pesta pertunangan, si anak perempuan memberikan rantai jam emas untuk arloji yang telah dijual kekasihnya, dan si anak laki-laki memberinya jepitan untuk rambut indah yang tak dimiliki lagi oleh kekasihnya. 


Demikian cerita yang didengar Pilar dari ibunya ketika ia kecil. Cerita yang tak pernah disangkanya akan terjadi pada dirinya sendiri di kemudian hari. Setidaknya begitulah yang ia pahami selama ini tentang cinta. Ia telah jatuh cinta berkali-kali dan tahu persis harga yang harus dibayar untuk sebuah cinta. Membuka hati untuk seseorang yang akan pergi kapan saja. Tidak ada jaminan. Dan Pilar telah belajar, untuk hanya memilih laki-laki yang akan tinggal di kotanya. Yang memiliki pekerjaan tetap dan kemungkinan kecil untuk pergi tanpa sebab setelah mendapatkan cintanya.

Namun ketika sebuah kesempatan mempertemukan mereka kembali, Pilar malah tidak bisa berkutik. Laki-laki itu telah membukakan hatinya untuk kembali mempercayai cinta. Laki-laki itu telah mencintainya sejak 10 tahun lalu. Pernyataan cinta itu telah diketahuinya bahkan sebelum diucapkan. Hanya saja Pilar tak ingin mendengarnya. Ia tahu laki-laki itu dari jenis yang akan pergi mengejar kekayaan, cita-cita dan petualangan. Namun ketika laki-laki itu membicarakan tentang impiannya menikahi Pilar, dan sebuah rumah di kaki gunung untuk mereka, Pilar menyadari ia jatuh cinta. 


Malangnya, laki-laki itu ternyata seorang calon pastor yang harus mengorbankan semua cita-citanya mengabdi bagi Tuhan dan Bunda Maria jika ingin menikahi Pilar. Sebenarnya Pilar tidak tahu sebelumnya kalau kekasihnya benar-benar sedang menuntut ilmu di seminari. Meskipun selama itu mereka saling berkirim surat, Pilar mengira teman baiknya yang telah berkeliling dunia itu tidak sungguh-sungguh ingin menjadi pastor seperti tertulis dalam salah satu suratnya. Perasaan bersalah menggelayutinya karena telah bersaing dengan Tuhan. 


Terlebih ketika mengetahui kekasihnya bukan hanya sekedar calon pastor, namun juga seorang dengan karunia mukjizat penyembuhan. Karunia yang akan dilepaskannya untuk bisa memilih kehidupan normal dengan Pilar. Wanita impiannya. Sekarang ia bukan hanya akan menjadi alasan bagi persaingan dengan Tuhan, tapi juga hancurnya harapan orang-orang sakit yang harusnya disembuhkan melalui tangan kekasihnya. Pilar membayangkan hari-hari penyesalan, dengan perasaan was-was kekasihnya akan kembali ke biara. Kalaupun tidak, ia tetap dihantui harga mahal yang harus dibayar untuk mempertahankan kekasihnya di sisinya.

Buku ini merupakan sekuel pertama dari sebuah trilogi. Sekuel berikutnya adalah Veronica Decide to Die dan The Devil & Miss Prym. Bukan jenis buku dengan tema yang sedang ingin saya baca, sebenarnya. Karena cinta-cintaannya itu @_@. Pengalaman sebelumnya pernah membaca karya Paulo Coelho untuk The Alchemist yang legendaris, The Devil & Miss Prym dan The Fifth Mountain rasanya saya belum pernah kecewa. Mungkin inilah titik jenuhnya. hehehe... By the River Piedra I Sat Down and Swept tergolong 'berat' buat saya. Terlalu banyak kata-kata yang mendayu-dayu. Walaupun saya sangat menikmati kalimat-kalimat filosofis khas Paulo Coelho seperti biasa. Namun harus saya akui, pesan tentang mukjizat iman yang menjadi benang merah buku ini kurang saya serap dengan baik. Misalnya bagian bagaimana iman kembali tumbuh dalam diri Pilar ketika ia membukakan hati kembali untuk cinta. Terlalu njlimet. Entah ya, apa mungkin karena saya lagi gak singkron sama hal yang berbau cinta-cintaan. ha ha ha... 

Oh ya, pada edisi yang saya baca ini, di bagian catatan penulis, sepertinya ada bagian yang hilang. Ketika penulis menceritakan kisah seorang Padre dari Prancis yang mengajarkan doa pada pendeta Aztec. Di halaman berikutnya tiba-tiba sudah menceritakan tentang mukjizat. Mukjizat apa? ada kejadian yang tidak saya ketahui di sana. Desain sampulnya menurut saya terlalu biasa. Jauh dari eye catching dan cenderung membosankan. Seandainya saya gak lihat siapa penulisnya, saya mungkin gak tertarik membaca buku ini.

Lain kali kalau ada kesempatan saya akan baca lagi, deh. Moga bisa lebih meresapi :p. Berikut beberapa kutipan yang saya suka yang saya ambil dari buku ini:


Namun cinta itu mirip bendungan: jika kau membiarkan satu celah kecil yang hanya bisa dirembesi sepercik air, percikan itu akan segera meruntuhkan seluruh bendungan, dan tak lama kemudian tak seorang pun bisa mengendalikan kekuatan arusnya.Setelah bendungan itu runtuh, cinta pun mengambil kendali, dan apa yang mungkin ataupun tidak, tak lagi berarti; bahkan bukan masalah apakah orang yang kita cintai itu tetap di sisi kita atau tidak. mencintai berarti kehilangan kendali. -Page 49
Mana ada yang lebih dalam dari cinta. Di dalam dongeng, sang putri mencium si katak, dan katak itu menjelma menjadi pangeran tampan. Dalam kehidupan nyata, sang putri mencium pangeran, dan pangeran berubah menjadi katak. ~Page 54
Tapi ada penderitaan dalam hidup... dan ada kekalahan. Tak seorang pun dapat menghindarinya. Tapi lebih baik kalah dalam beberapa pertarungan demi impian-impianmu, daripada kalah tanpa mengetahui apa yang kau perjuangan. ~Page 71
Menunggu sangatlah menyakitkan. Melupakan amatlah menyakitkan. namun tidak mengetahui apa yang harus dilakukan adalah penderitaan yang paling menyakitkan.~Page122
Tuhan turun ke bumi untuk menunjukkan cinta-Nya kepada kita. Kita adalah bagian dari mimpi-mimpi-Nya, dan Ia ingin mimpi-Nya bahagia. Jika kita mengetahui bahwa Tuhan menciptakan kita demi kebahagiaan, kita harus menganggap segala sesuatu yang mendatangkan kesedihan dan kekalahan adalah ulah kita sendiri. Itulah alasan mengapa kita selalu membunuh Tuhan, entah di kayu salib, dengan api, lewat pengasingan, atau dalam hati kita sendiri.~Page 153
___________________________________________________________
 NB. Dedicated to Mrs. M. Sattika. Thank you for borrowed me this book :*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar